Rabu, 02 Februari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAKSI


 KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
      Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
·         Keuntungan pemakaian traksi
1.      Menurunkan nyeri spasme
2.      Mengoreksi dan mencegah deformitas
3.      Mengimobilisasi sendi yang sakit
·         Kerugian pemakaian traksi
1.      Perawatan RS lebih lama
2.      Mobilisasi terbatas
3.      Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
B.     INDIKASI
·         Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
·         Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
·         Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
·         Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
·         Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa
·         Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998).

C.    TUJUAN PEMASANGAN
      Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
      Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).

D.    JENIS- JENIS TRAKSI
a.       Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
·         Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001 ). Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
·         Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
·         Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
·         Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
b.      Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
·         Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson, 1995 ).
·         Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995 ).

E.     PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
      Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
      Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
      Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
      Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
      Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
      Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Prinsip traksi efektif :
1.      Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2.      Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
3.      Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4.      Traksi skelet tidak boleh terputus.
5.      Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
6.      Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
7.      Tali tidak boleh macet
8.      Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
9.      Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
10.  Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
b.      CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
c.       MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
d.      Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.

G.    PRISIP PERAWATAN TRAKSI
a.       Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
b.      Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
c.       Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
d.      Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
e.       Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
f.       Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
g.      Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
h.      Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
i.        Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema

H.    KOMPLIKASI
      Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
      Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.
      Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
      Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
      Trombosi vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.




 KONSEP KEPERAWATAN
A.       PENGKAJIAN.
a.       status neurology
b.      kulit (decubitus, kerusakan jaringan kulit)
c.       fungsi respirasi (frekuensi, regular/irregular)
d.      fungsi gastrointestinal (konstipasi, dullness)
e.       fungsi perkemihan (retensi urine, ISK)
f.       fungsi cardiovaskuler (HR, TD, perfusi ke daerah traksi, akral dingin)
g.      status nutrisi (anoreksia)
h.      nyeri

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN.
a.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi/ imobilisasi
b.      Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah.
c.       Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri.
d.      Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi

C.       INTERVENSI KEPERAWATAN.
NO
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi/ imobilisasi
nyeri hilang atau terkontrol
·      Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala   0-10. Perhatikan respon terhadap obat.
·      Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.







·      Kolaborasi; pemberian obat analgesik

·       Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan evaluasi keevektivan intervensi.
·       Meningkat-kan relaksasi, mem-fokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkat-kan kemampuan koping, meng-hilangkan nyeri.
·       Mungkin dibutuhkan untuk penghilang-an nyeri/ ketidak-nyamanan.
2
Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah

Makanan masuk, BB pasien naik, Mual, muntah hilang

·      Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering.

·      Sajikan menu yang menarik.







·      Pantau pemasukan makanan.


·      Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan



·      memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien.
·      Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan dalam mencoba makan yang disajikan.
·      Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien.
·      kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di rumah sakit
3
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri

Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
·      Dorong ekspresi ketakutan/ marah.


·      Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah.



·      Berikan informasi akurat tentang perkembang-an kesehatan.






·      Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.


·      Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
·      Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian awal juga selama pemulihan.
·      Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
·      Membantu memfokus-kan kembali perhatian, meningkat-kan relaksasi, dan meningkat-kan penigkatan kemampuan koping.
4
Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
Konstipasi teratasi.
·     Kaji pola defekasi








·     Jelaskan pentingnya diet tinggi serat

·     Ajarkan bowel training


·     Rubah posisi sesering mungkin



·     Dorong intake cairan peroral ± 6-10 gelas perhari
·      Menguatkan indikasi terjadinya konstipasi akibat keterbatasan imobilisasi dan kurangnya serat.
·      Kurang serat dapat menyebabk-an konstipasi.
·      Meminimalisir terjadinya konstipasi akibat imobilisasi.
·      Melatih klien untuk mengadaptasikan diri dengan traksi.
·      Melancarkan proses defekasi.


D.       IMPLEMENTASI
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi/ imobilisasi
·      Mengkaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan respon terhadap obat.
·      Memotivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.
·      Kolaborasi; memberian obat analgesic
2
Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah

·      Memberikan makan dalam porsi sedikit tapi sering.
·      Menyajikan menu yang menarik.
·      Memantau pemasukan makanan.
·      Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
3
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri

·      Mendorong ekspresi ketakutan/ marah.
·      Mengakui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah.
·      Memberikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
·      Mendorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
4
Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
·     Mengkaji pola defekasi
·     Menjelaskan pentingnya diet tinggi serat
·     Mengajarkan bowel training
·     Merubah posisi sesering mungkin
·     Mendorong intake cairan peroral ± 6-10 gelas perhari


E.        EVALUASI.
a.       Nyeri hilang atau teratasi
b.      Mual dan muntah hilang
c.       Klien Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
d.      Konstipasi teratasi.
e.       Pola makan teratur.
f.       Berat badan bertambah.